Sejarah Juventus era 1981–1993
Sejarah Juventus era 1981–1993. Era tangan
dingin Trapattoni benar-benar membuat Seri A porak poranda di 1980'an. Juve
sangat perkasa di era tersebut dengan gelar Seri A empat kali di era tersebut. Setelah
6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang menjuarai Piala Dunia 1982
dengan Paolo Rossi sebagai salah satu pemain Juve, kemudian terpilih menjadi
Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia pada tahun
tersebut. Ditambah dengan kedatangan bintang Prancis Michel Platini, Juventus
kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun Juventus yang juga disibukkan
dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi dengan lambat. Hal itu
ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di pertandingan pembuka
musim, serta menang dengan tidak meyakinkan atas Fiorentina dan Torino. Sementara
di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan Hvidovre (Denmark) dan Standard Liege
(Belgia) di penyisihan, akan tetapi Juventus kembali ke trek juara di musim
dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus perempat final Liga Champions.
Trapattoni bersama Platini
Selanjutnya,
kemenangan atas Roma melalui 2 gol dari Platini dan Brio membuat jarak keduanya
berselisih 3 poin dengan Roma di posisi puncak. Namun karena konsentrasi Juve
terpecah antara Serie A dan Liga Champions, akhirnya tidak berhasil mengejar AS
Roma yang menjadi juara. Juventus seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di
Liga saat mereka bertemu Hamburg di final Liga Champions, tapi hal itu tidak
terjadi. Berada di posisi kedua di kompetisi domestik dan Eropa, Juventus
akhirnya berhasil merebut gelar penghibur saat menjuarai Piala Italia dan Piala
Interkontinental.
Musim panas
1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff gantung sepatu di usia
41 tahun, sedangkan Bettega beralih ke Kanada untuk mengakhiri karirnya disana.
Juve lantas merekrut kiper baru dari Avellino:Stefano Tacconi dan Beniamino
Vinola dari klub yang sama. Sementara Nico Penzo menjadi pendampong Rossi di
lini depan. Juve pada saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi, Liga dan
Piala Winner. Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang musim, Juve
merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar ini ditambah
gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1 di Basel pada
16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan merupakan prestasi bagi kapten
klub Scirea dan kawan-kawan. Setelah era keemasan Rossi usai, Michel Platini
kemudian secara mengejutkan berhasil menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali
berturut-turut:1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum ada pemain
yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya klub yang mampu
mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa sebanyak empat tahun
berurutan. Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara Liga
Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya,
final melawan Liverpool FC dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion
Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan kematian 39 tifosi Juventus akibat
terlibat kerusuhan dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim
Inggris dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun. Juventus
kemudian merebut scudetto terakhir mereka di era 1980'an pada musim 1985-86, yang
juga menjadi tahun terakhir Trappatoni di Juventus. Memasuki akhir 1980'an, Juve
gagal menunjukkan performa terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli
dengan bintang Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milan dan
Inter Milan. Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio Delle Alpi, yang dibangun
untuk persiapan Piala Dunia 1990.
Sejarah Juventus era 1981–1993