Puasa di Bulan Ramadhan
Puasa di Bulan Ramadhan. Hukumnya wajib bagi Muslim beriman, sebelum ramadhan tiba alangkah baiknya kita semua memahami dan mengetahui asal muasal Puasa dibulan Ramadhan tuk sekedar menambah wawasan saja sob langsung saja ya.
Salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang paling terkenal tentang rukun Islam adalah yang berbunyi : Islam didirikan atas 5 [perkara], [1] Bersyahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT dan bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya, [2] Mendirikan shalat, [3] Menunaikan zakat, [4] Berpuasa di bulan Ramadlân, dan [5] Melaksanakan haji bagi yang mampu. Hadits tersebut sangat populer di kalangan muslim karena menjadi tiang atau dasar bagi sendi-sendi syariat Islam. Selain karena menjadi tiang, alasan kepopuleran lainnya adalah karena Nabi Muhammad SAW menjelaskan rukun-rukun itu ketika malaikat Jibrîl yang menjelma menjadi seorang pemuda menanyakannya.
Kata Ramadlân berasal
dari akar kata dasar r-m-dl, atau ra-mi-dla yang berarti “panas” atau “panas
yang menyengat”. Kata itu berkembang –sebagaimana biasa terjadi dalam struktur
bahasa Arab– dan bisa diartikan “menjadi panas, atau sangat panas”, atau
dimaknai “hampir membakar”. Jika orang Arab mengatakan Qad Ramidla Yaumunâ,
maka itu berarti “hari telah menjadi sangat panas”. Ar-Ramadlu juga bisa
diartikan “panas yang diakibatkan sinar matahari”. Ada pendapat yang menyatakan
bahwa Ramadlân adalah salah satu nama Allah SWT. Tetapi, penulis merasa
pendapat ini lemah karena tidak memiliki argumentasi literal.
Demikianlah istilah
bulan Ramadlân diambil dari kalimat ramidla-yarmadlu, yang berarti “panas atau
keringnya mulut dikarenakan rasa haus”. Keterangan-keterangan tentang lafadz
Ramadhan ini disampaikan oleh Muhammad bin Abû Bakar bin Abdul Qâdir Al-Râzî
[w. 721 H.] dalam kamus Mukhtâru-sh-Shihhâh dan Muhammad bin Mukarram bin
Mandzûr Al-Mashrî [630-711 H.], yang terkenal dengan sebutan Ibnu Mandzûr,
dalam karya monumentalnya, Lisânu-l-‘Arab.
Sedangkan puasa dalam
bahasa Arab disebut Shiyâm atau Shaûm –keduanya sama-sama kata dasar dari kata
kerja Shaa-ma–, yang secara etimologis berarti menahan dan tidak bepergian dari
satu tempat ke tempat lain [Al-Syaukânî, 1173-1255 H., Fathu-l-Qadîr]. Shiyâm
atau Shaûm merupakan qiyâm bilâ ‘amal, yang berarti ‘beribadah tanpa bekerja’.
Dikatakan ‘tanpa bekerja’ karena puasa itu sendiri bebas dari gerakan-gerakan
[harakât], baik gerakan itu berupa: berdiri, berjalan, makan, minum dan sebagainya.
Sehingga, Ibnu Durayd –sebagaimana dinukil dalam Al-Âlûsî– mengatakan bahwa
segala sesuatu yang diam dan tidak bergerak, berarti sesuatu itu Shiyâm, sedang
ber-puasa. Selain itu, puasa, sebagaimana penulis sebutkan di atas, berarti
‘menahan’ dari sesuatu pekerjaan. Dan ‘sesuatu’ itu telah ditentukan oleh
syariat. Dengan begitu, dalam syariat, puasa memiliki pengertian tersendiri.
Makna puasa yang “menahan” ini juga terlihat jelas tatkala kita menelusuri sejarah bahasa shiyâm atau Shaûm.
0 komentar:
Post a Comment